KEKERASAN BERBASIS GENDER (KBG):
SEBUAH IRONI KASUS ‘SENYAP’
Oleh : Andra Dihat Putra
SMA NEGERI 4 JAKARTA
Kekerasan berbasis gender (KBG) telah menyebar di sepanjang sejarah manusia. Ini hanya satu dari sekian banyak jalinan kekerasan institusional yang melestarikan budaya patriarkal, memastikan kelanjutan dominasi laki-laki sebagai sumber daya utama, yang semuanya berkontribusi untuk menjaga perempuan dan anak perempuan tetap 'di tempat mereka'.
Walaupun KBG selalu dicirikan oleh korban perempuan dan pelaku pria. Namun, perlu dicatat bahwa definisi ini tidak menyebutkan secara eksplisit jenis kelamin korban atau pelaku. Maka, kemungkinan laki-laki menjadi korban juga memiliki urgensi yang sama penting untuk dipertimbangkan. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar atensi sumber daya harus difokuskan pada perempuan dan anak perempuan sebagai korban.
Tapi dalam menyoroti laki-laki (kebanyakan heteroseksual) sebagai korban, kita perlu membuka pintu untuk membantu laki-laki seperti itu, dan kita memperkenalkan kompleksitas dan nuansa yang nyaman bagi penyintas yang dalam mungkin telah menutup pintu ‘Akses’ bagi korban laki-laki untuk Speak Up lebih banyak.
“Pria dan anak laki-laki juga pernah mengalami pelecehan seksual. Kita tidak tahu skala penuh dari krisis ini secara global dan berapa banyak yang mengalami kekerasan seksual justru karena ini adalah masalah yang tersembunyi."
Kekerasan seksual dan berbasis gender memang mendapatkan perhatian yang lebih besar di tingkat global, dengan peristiwa tingkat tinggi seperti KTT Global untuk mengakhiri kekerasan seksual1, tetapi diskusi tentang kekerasan seksual dalam konflik cenderung berfokus pada wanita dan anak perempuan sebagai korban kemudian laki-laki sebagai pelaku. Memang benar bahwa statistik mendukung fakta bahwa perempuan merupakan mayoritas korban kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Tapi bagaimana dengan pria dan anak laki-laki yang juga menjadi korban?
Sebenarnya, menurut sebuah studi oleh Peace Research Institute of Oslo (PRIO)2, laki-laki lebih mungkin dibunuh selama konflik, sementara perempuan lebih banyak meninggal karena sebab tidak langsung setelah konflik selesai. Laki-laki dan anak laki-laki sering kali dipandang sebagai calon tentara dan pejuang dalam konflik dan dengan demikian menjadi ancaman bagi pihak yang berlawanan karena peran yang diberikan secara sosial kepada laki-laki. Pembunuhan terarah terhadap laki-laki dan anak laki-laki karena peran gender mereka harus diakui sebagai bentuk kekerasan berbasis gender, serupa dengan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan.
Pria dan anak laki-laki juga pernah mengalami pelecehan seksual. Seperti yang pernah menjadi atensi besar atas skandal yang dilakukan seorang pria indonesia di inggris3. Tapi tetaplah kasus ini menjadi kasus ‘Senyap’ sehingga menjadi sangat sulit dipahami berapa jumlah penyintas yang ada di dalam kasus senyap ini.Tetapi sebuah Proyek penelitian mencoba mencari tahu tingkat kekerasan seksual terhadap laki-laki dan anak laki-laki di antara pengungsi di Uganda. Apa yang mereka temukan sangat mengejutkan: lebih dari satu dari tiga pengungsi pria Kongo pernah mengalami kekerasan seksual dalam hidup mereka4.
Sebagai manusia kita berpedoman pada prinsip-prinsip kemanusiaan termasuk ketidakberpihakan, artinya bantuan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan. Mempertimbangkan laki-laki dan anak laki-laki juga membutuhkan perlakuan yang serupa dalam merespond kebutuhan perlindungan atas hak kemanusiaan tanpa memandang status gendernya. Jadi mengapa kita masih enggan untuk mengatasi krisis ‘senyap’ ini?
Oleh : Andra Dihat Putra
Asal : SMA NEGERI 4 JAKARTA
#CerdasBerkarakter
#BlogBerkarakter
#AksiNyataKita
#BantuKorbanKekerasan
#LawanKekerasanBerbasisGender
Catatan Kaki :
1. https://www.voaindonesia.com/a/ktt-di-london-kecam-penculikan-oleh-boko-haram-/1935990.html
2. http://file.prio.no/Publication_files/Prio/Armed Conflict Deaths Disaggregated by Gender.pdf
3.https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200107110441-134-463039/kronologi-aksi-predator-seks-reynhard-sinaga-terungkap
4. http://www.warchild.org.uk/sites/default/files/Into-the-Mainstream.pdf